Romawi Kuno Pemerintahan

Wangsa Nerva–Antonina

Zaman wangsa Nerva–Antonina berlangsung mulai tahun 96 M sampai tahun 192 M. Kaisar-kaisar yang memerintah dalam kurun waktu ini adalah Nerva, Traianus, Hadrianus, Antoninus Pius, Marcus Aurelius, Lucius Verus, dan Commodus. Pada kurun waktu inilah Kekaisaran Romawi mencapai puncak kegemilangan dalam hal luas wilayah dan tingkat kemakmurannya.[100] Inilah kurun waktu ketenteraman bagi Roma. Kaisar dipilih karena keunggulan dan kecakapan yang dimilikinya, bukan lagi karena hubungan kekerabatannya dengan kaisar-kaisar terdahulu. Bala tentara Romawi tidak pernah mengalami kekalahan, dan tidak ada perang saudara selama kurun waktu ini. Setelah Domitianus tewas dibunuh, senatus segera menetapkan Nerva menjadi pemangku kemuliaan kekaisaran. Inilah kali pertama senatus memilih kaisar semenjak Octavianus dianugerahi gelar princeps dan Augustus. Nerva berdarah ningrat, dan pernah menjadi penasihat Nero maupun kaisar-kaisar wangsa Flavia. Ia membatalkan banyak keputusan yang mengekang kebebasan dari masa pemerintah Domitianus,[101] dan mempelopori zaman keemasan Roma yang terakhir.

Nerva mangkat pada tahun 98 M, dan digantikan oleh ahli warisnya, Senapati Traianus. Traianus berasal dari keluarga non-patricius di Hispania Betika (sekarang Andalusia), dan mulai menonjol saat menjalani masa baktinya dalam angkatan bersenjata pada masa pemerintahan Domitianus. Ia adalah kaisar yang kedua dari lima kaisar budiman. Kaisar budiman yang pertama adalah Nerva. Sorak-sorai warga Roma yang menyambut gembira penobatannya ia balas dengan pemerintahan yang baik dan tanpa pertumpahan darah seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Domitianus. Ia membebaskan banyak orang yang dipenjarakan dengan sewenang-wenang oleh Domitianus, dan mengembalikan harta kekayaan perseorangan yang pernah disita oleh Domitianus. Kebijakan ini sesungguhnya sudah dimulai oleh Nerva sebelum kemangkatannya.[102]

Traianus menaklukkan Dacia (kurang lebih wilayah Rumania dan Moldova sekarang ini), dan mengalahkan Raja Decebalus, yang pernah mengecundangi bala tentara Kaisar Domitianus. Pada Perang Dacia I (101–102), Dacia kalah dan menjadi negara gundal Romawi. Pada Perang Dacia II (105–106), Traianus menghancurkan seluruh kekuatan pertahanan Dacia, dan menjadikannya bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi. Traianus juga menganeksasi negara gundalnya, Nabatea, dan menjadikannya Provinsi Arabia Petrea dalam wilayah Kekaisaran Romawi, yang meliputi kawasan selatan Negeri Syam dan kawasan barat laut Jazirah Arab.[103] Ia mendirikan banyak bangunan yang masih tegak sampai sekarang, misalnya Forum Traiani (alun-alun Traianus), Mercatus Traiani (pasar Trayanus), dan Columna Traiani (tugu Trayanus). Arsitek andalannya adalah Apollodorus Damascenus (Apollodorus asal Damsyik). Apollodoruslah yang merancang Forum Traiani dan Columna Traiani, serta mereka ulang gedung Pantheum (kuil segala dewa-dewi). Gapura peringatan kemenangan Traianus di Ancona dan Beneventum juga adalah hasil rancangannya. Semasa Perang Dacia II, Apollodorus merancang sebuah jembatan besar melintasi Sungai Donau bagi Traianus.[104]

Perang terakhir yang dilancarkan Traianus adalah perang melawan Partia. Kekaisaran Romawi dan Partia berbagi kekuasaan atas Armenia, sehingga langkah Partia mengangkat seorang raja untuk menduduki singgasana Kerajaan Armenia membuat Kekaisaran Romawi tersinggung, dan mendorong Traianus memaklumkan perang. Mungkin sekali Traianus berniat menjadi Kaisar Romawi pertama yang berhasil menaklukkan Partia, dan mengulangi kejayaan Aleksander Agung, sang penakluk Asia.[105] Pada tahun 113, ia memimpin bala tentara Romawi bergerak menuju Armenia guna menggulingkan raja negeri itu. Pa tahun 115, Traianus berbalik ke selatan menuju jantung peradaban Partia, merebut kota Nisibis dan Batnæ di kawasan utara Mesopotamia, mendirikan Provinsi Mesopotamia pada tahun 116, dan mencetak uang-uang logam sebagai pernyataan kedaulatan bangsa Romawi atas Armenia dan Mesopotamia.[106] Pada tahun yang sama, ia merebut Seleukia Tepi Tigris dan Ktesifon (dekat kota Bagdad sekarang ini), ibu kota Partia.[107] Sesudah memadamkan pemberontakan bangsa Partia dan pemberontakan bangsa Yahudi, Trainanus terpaksa beristirahat karena kesehatannya terganggu. Pada tahun 117, sakitnya bertambah parah, dan ia akhirnya wafat akibat sembap. Ia menetapkan Hadrianus menjadi ahli warisnya. Di bawah kepemimpinan Traianus, luas wilayah kedaulatan Kekaisaran Romawi mencapai puncaknya, yakni 2.500.000 mil persegi (6.474.970 kilometer persegi).[108]

Banyak orang Romawi bermigrasi ke Hispania (Spanyol dan Portugal sekarang ini), turun-temurun menetap di negeri itu, dan adakalanya berkawin campur dengan orang Iberia. Kaisar Hadrianus berasal dari salah satu keluarga Romawi semacam ini.[109] Hadrianus menarik mundur seluruh pasukan yang ditempatkan di Partia dan Mesopotamia (Irak sekarang ini), dan mengabaikan hasil aksi-aksi penaklukan Traianus begitu saja. Hadrianus mengerahkan bala tentara Romawi untuk memadamkan pemberontakan rakyat di Mauritania dan pemberontakan Bar Kohba di Yudea. Pemberontakan Bar Kohba adalah pemberontakan terbesar bangsa Yahudi melawan Romawi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan dengan tindak kekerasan yang merenggut korban jiwa ratusan ribu orang Yahudi. Hadrianus mengganti nama provinsi Yudea menjadi Provincia Syria Palaestina, meniru nama salah satu musuh bebuyutan Yudea.[110] Ia membangun benteng-benteng dan tembok-tembok pertahanan, misalnya Tembok Hadrianus yang memisahkan wilayah Britania jajahan Romawi dari wilayah orang barbar di Skotlandia sekarang ini. Hadrianus, terkenal sebagai seorang pecinta kebudayaan Yunani. Ia mendukung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan seni budaya, teristimewa seni budaya Yunani. Ia juga mengharamkan tindak penyiksaan dan mengubah hukum-hukum menjadi lebih manusiawi. Hadrianus membangun banyak akuaduk, rumah pemandian, perpustakaan, dan gedung pertunjukan. Selain itu, ia melakukan perjalanan keliling ke hampir setiap provinsi dalam wilayah kekaisaran guna memeriksa keadaan militer dan prasarana.[111] Sepeninggal Hadrianus pada tahun 138 M, penggantinya, Kaisar Antoninus Pius, membangun kuil-kuil, gedung-gedung pertunjukan, dan gedung-gedung makam, mendukung kegiatan-kegiatan seni budaya dan ilmu pengetahuan, serta menganugerahkan tanda jasa maupun dana kepada guru-guru retorika dan filsafat. Antoninus Pius hanya melakukan sedikit perubahan tatkala menjadi kaisar, dan sedapat mungkin mempertahankan kebijakan-kebijakan Hadrianus. Antoninus Pius memperluas wilayah Britania jajahan Romawi dengan menginvasi daerah yang kini menjadi kawasan selatan Skotlandia, dan membangun Tembok Antoninus.[112] Ia juga melnajutkan kebijakan Hadrianus untuk mengubah hukum-hukum menjadi lebih manusiawi. Kaisar Antoninus Pius mangkat pada tahun 161 M.

Marcus Aurelius, yang termasyhur sebagai seorang filsuf, adalah yang terakhir dari Lima Kaisar Budiman. Ia adalah seorang filsuf stoa, dan wrote the Meditationes (renungan-renungan). Ia mengalahkan suku-suku Barbar dalam Perang Markomani maupun Kekaisaran Partia.[113] Rekannya sesama Kaisar Romawi, Lucius Verus, mangkat pada tahun 169 M, mungkin sekali akibat terjangkit wabah Antoninus, sejenis penyakit menular yang menewaskan hampir lima juta jiwa penduduk kekaisaran antara tahun 165 sampai tahun 180 M.[114]

Sejak masa pemerintahan Nerva sampai dengan masa pemerintahan Marcus Aurelius, Kekaisaran Romawi mengenyam kebahagiaan dan kemuliaan pada taraf yang belum pernah tercapai sebelumnya. Kuatnya pengaruh hukum dan tata krama sedikit demi sedikit mengeratkan persatuan antarprovinsi. Seluruh warga negara turut menikmati dampak dari kesejahteraan negara. Citra undang-undang dasar sebagai penjamin kebebasan tetap dijaga dan dihormati. Senatus tampak memegang kedaulatan tertinggi, dan melimpahkan seluruh kewenangan eksekutif pemerintah kepada kaisar.[butuh klarifikasi] Masa pemerintahan Lima Kaisar Budiman dipandang sebagai zaman keemasan Kekaisaran Romawi.[115]

Commodus, putra Marcus Aurelius, naik takhta sepeninggal ayahnya. Ia tidak terhitung sebagai salah seorang "kaisar budiman", pertama-tama karena adanya ikatan kekerabatan langsung antara dirinya dan Marcus Aurelius, selain itu juga karena ia dinilai pasif dibanding kaisar-kaisar pendahulunya, yang acap kali turun langsung ke medan laga memimpin bala tentara. Commodus biasa bertarung dalam pertunjukan-pertunjukan laga gladiator, yang acapkali mempertontonkan kebengisan dan kebiadaban. Ia membunuh banyak warga negara, dan masa pemerintahannya menjadi awal dari dekadensi Kekaisaran Romawi, sebagaimana yang diungkapkan oleh sejarawan Cassius Dio, "sejarah kita kini merosot, dari kerajaan emas menjadi kerajaan besi dan karat."[116]

Commodus mangkat dibunuh komplotan yang melibatkan Quintus Aemilius Laetus dan istrinya, Marcia, menjelang akhir tahun 192 M. Tahun berikutnya dikenal sebagai Tahun Lima Kaisar. Helvius Pertinax, Didius Iulianus, Pescennius Niger, Clodius Albinus, dan Septimius Severus berturut-turut naik takhta dalam tahun yang sama. Helvius Pertinax, salah seorang anggota senatus yang pernah menjadi tangan kanan Marcus Aurelius, adalah orang pilihan Quintus Aemilius Laetus. Ia memerintah dengan tegas dan adil, sampai-sampai membuat Quintus Aemilius Laetus iri hati dan merancang pembunuhan terhadap dirinya oleh laskar Praetoriani. Laskar Praetoriani selanjutnya melelang jabatan kaisar dan menyerahkannya kepada si pemenang lelang, Didius Julianus, yang bersedia membayar mereka sebanyak 25.000 keping sestertius per kepala.[117] Warga Roma berulang kali memohon legiun-legiun penjaga tapal batas untuk datang menyelamatkan mereka. Legiun-legiun dari 3 provinsi perbatasan, yakni Britania, Panonia Hulu, dan Suriah, yang kala itu sedang kecewa karena tidak kebagian donativum, menanggapi permohonan warga Roma dengan mengangkat senapati masing-masing menjadi kaisar baru. Lucius Septimius Severus Geta, senapati legiun Panonia Hulu, menyuap pasukan-pasukan penentang, menganugerahkan pengampunan kepada laskar Praetoriani, dan naik takhta menjadi kaisar. Ia dan para penggantinya memerintah dengan sokongan legiun-legiun. Perubahan dalam pembuatan uang logam dan belanja militer merupakan biang keladi dari masalah keuangan selama Krisis Abad Ketiga.

Septimius Severus naik takhta sesudah menginvasi Roma dan menewaskan Didius Iulianus. Kedua saingannya, Pescennius Niger dan Clodius Albinus, juga dimasyhurkan sebagai imperator oleh kubu pendukung masing-masing. Septimius Severus segera menundukkan Percennius Niger di Bizantium, dan menjanjikan gelar caesar kepada Clodius Albinus (artinya menjanjikan jabatan kaisar-bersama).[118] Kendati demikian, Septimius Severus mengkhianati Clodius Albinus dengan mendakwanya telah mendalangi usaha untuk membunuhnya. Septimius Severus memimpin bala tentara menuju Galia dan mengalahkan Clodius Albinus. Semua tindakan ini membuat Machiavelli mengibaratkan Septimius Severus sebagai "singa yang buas sekaligus rubah yang cerdik"[119]

Septimius Severus berusaha menghidupkan kembali pemerintahan totaliter. Dalam amanatnya di hadapan rakyat dan senatus, ia memuji-muji ketegasan serta kebengisan Gaius Marius dan Sulla. Amanat ini tak ayal membuat para senator merasa was-was.[120] Ketika Partia menginvasi wilayah Romawi, Septimius Severus pun memaklumkan perang. Ia merebut kota Nisibis, Babel, dan Seleukia Tepi Tigris. Sesampainya di Ktesifon, ibu kota Partia, ia memerintahkan bala tentara Romawi untuk menjarah habis kota itu. Bala tentara Romawi membantai dan menawan banyak warga Ktesifon. Kendati demikian, ia gagal merebut Hatra, sebuah kota yang makmur milik bangsa Arab. Septimius Severus membunuh legatusnya sendiri, hanya karena si legatus disegani legiun-legiun, dan bala tentaranya menderita kelaparan. Seusai aksi militer celaka ini, ia pulang ke Roma.[121] Septimius Severus juga berniat menundukkan seantero Britania. Untuk itu ia memaklumkan perang melawan orang Kaledoni. Sesudah banyak jatuh korban di pihak Romawi akibat medan yang sulit dan serangan-serangan dadakan orang-orang Barbar, Septimius Severus akhirnya turun langsung ke medan laga. Kendati demikian, ia akhirnya jatuh sakit dan mangkat pada tahun 211 AD, tatkala berumur 65 tahun.

Sepeninggal Kaisar Severus, Caracalla dan Geta, putra-putra mendiang, dinobatkan menjadi kaisar. Cekcok antara Caracalla dan Geta membuat warga Roma terbelah menjadi dua kubu. Geta menghembuskan nafas terakhir dalam dekapan ibunya, tewas dibunuh orang suruhan Caracalla. Pembunuhan 20.000 orang pengikut Geta juga mungkin terjadi atas perintah Caracalla. Sama seperti mendiang ayahnya, Caracalla suka berperang. Ia meneruskan kebijakan Severus, dan disegani pasukan-pasukan bala tentara Romawi. Caracalla bersifat kejam, dan dibayang-bayangi rasa bersalah atas pembunuhan adiknya. Ia tega memerintahkan pembunuhan orang-orang dekatnya, semisal Cilo, gurunya, dan Papinianus, salah seorang sahabat mendiang ayahnya.

Ketika tahu bahwa warga kota Aleksandria tidak suka padanya, serta mempergunjingkan sifat buruknya, Caracalla pun mengundang para warga terkemuka Aleksandria ke sebuah acara perjamuan. Seluruh tamu undangan akhirnya tewas dibantai prajurit-prajurit Caracalla. Dari kuil Serapis yang aman terlidung, Caracalla memerintahkan pembantaian warga Aleksandria tanpa pandang bulu.[122][123] Pada tahun 212, ia mengeluarkan Maklumat Caracalla, berisi penganugerahan kewarganegaraan Romawi kepada semua laki-laki merdeka yang berdiam di dalam wilayah kekaisaran, tetapi pada saat yang sama ia juga menaikkan tarif pajak warisan, yang hanya dipungut dari warga negara Romawi, sampai 10 persen. Ramalan seorang tukang tenung bahwa praefectus praetorio, Macrinus, dan putranya akan memerintah kekaisaran, dilaporkan secara tertulis kepada Caracalla, tetapi jatuh ke tangan Macrinus. Sadar bahwa ia harus bertindak jika tidak ingin mati konyol, Macrinus pun merancang pembunuhan Caracalla oleh salah seorang pengawalnya selagi berziarah ke kuil dewi Luna di Haran pada tahun 217 M.

Macrinus, yang tidak cakap memerintah, naik takhta menjadi kaisar yang baru, tetapi bermastautin di Antiokhia, alih-alih di Roma. Masa pemerintahannya yang singkat berakhir pada tahun 218, manakala Bassianus, pendeta kuil dewa matahari di Emesa, konon anak haram Caracalla, dimasyhurkan sebagai kaisar oleh prajurit-prajurit bawahan Macrinus yang merasa kecewa dengannya. Dengan suap, Bassianus berhasil mendapatkan dukungan legiuner-legiuner, dan mengerahkan mereka untuk memerangi Macrinus dan laskar Praetoriani. Bassianus mengganti namanya menjadi Antoninus, tetapi lebih dikenal dalam sejarah dengan nama Elagabalus, nama dewa sesembahannya, yang dilambangkan dengan sebongkah batu hitam besar. Elagabalus tidak cakap memerintah lagi gasang orangnya.[38] Ia dikenal boros dan suka berfoya-foya, sehingga menggusarkan semua orang kecuali anak-anak emasnya. Cassius Dio, Herodianus, dan kitab Historia Augusta, mengabadikan banyak keterangan mengenai sifat borosnya ini. Ia mengadopsi saudara sepupunya, Alexander Severus, memberinya gelar caesar, tetapi kemudian iri padanya, dan berusaha membunuhnya. Laskar Praetoriani, yang lebih memihak Alexander Severus, membunuh Elagabalus, menyeret penggalan-penggalan jenazahnya menyusuri jalan-jalan kota Roma sebelum akhirnya dibuang ke Sungai Tiber. Elagabalus digantikan oleh Alexander Severus, saudara sepupunya. Alexander Severus memerangi banyak musuh, semisal Persia yang sudah pulih seperti sediakala, dan suku-suku Jermanik yang menginvasi Galia. Kekalahan-kekalahannya di medan perang menimbulkan rasa tidak puas di kalangan prajurit. Ia akhirnya tewas dibunuh para prajurit saat sedang memimpin perang melawan suku-suku Jermanik pada tahun 235 M.[124]

Malapetaka besar muncul sepeninggal Alexander Severus. Kekaisaran Romawi didera perang-perang saudara, invasi-invasi dari luar, kekacauan politik, wabah-wabah penyakit, dan kelesuan perekonomian.[38][125] Nilai-nilai warisan leluhur sudah ditinggalkan, dan kepercayaan terhadap dewa Mitra maupun agama Kristen mulai menyebar luas di tengah masyarakat. Kaisar-kaisar pun bukan lagi orang-orang dari kalangan ningrat, melainkan putra-putra rakyat jelata dari pelosok-pelosok wilayah kekaisaran, yang tampil menonjol setelah berjuang meniti karier dalam angkatan bersenjata dan akhirnya meraih tampuk kekuasaan melalui perang saudara.

Dalam kurun waktu 49 tahun saja, sudah 26 kaisar silih berganti menduduki takhta kekaisaran. Keadaan ini menunjukkan betapa goyahnya perpolitikan Kekaisaran Romawi kala itu. Maximinus Thrax adalah orang pertama yang menjadi kaisar dalam kurun waktu ini. Ia hanya mampu berkuasa selama tiga tahun. Kaisar-kaisar lain hanya mampu bertahan selama beberapa bulan saja, misalnya Gordianus I, Gordianus II, Balbinus, dan Hostilianus. Keselamatan rakyat dan tapal batas pun terabaikan, karena kaisar-kaisar lebih mementingkan urusan menjegal saingan dan mengukuhkan kekuasaannya sendiri. Perekonomian mengalami kelesuan selama kurun waktu ini. Pengeluaran besar untuk belanja militer pada zaman wangsa Severana mengakibatkan terjadinya devaluasi uang logam Romawi. Inflasi tak terkendali juga terjadi pada kurun waktu ini. Wabah Siprianus merebak pada tahun 250, dan merenggut nyawa banyak orang.[126] Pada tahun 260 M, Provinsi Suriah Palestina, Provinsi Asia Kecil, dan Provinsi Mesir pecah dari Kekaisaran Romawi dan membentuk Kekaisaran Tadmur, yang diperintah oleh Ratu Zenobia dan berpusat di kota Tadmur. Pada tahun yang sama, Postumus mendirikan Kekaisaran Galia, yang meliputi wilayah Provinsi Britania dan Provinsi Galia.[127] Kedua negara pecahan Kekaisaran Romawi ini terbentuk sesudah Kaisar Valerianus menjadi tawanan wangsa Sasan, yang berkuasa di Persia kala itu. Valerianus adalah pemimpin Romawi pertama yang ditawan musuh, sehingga menjadi aib besar bagi bangsa Romawi.[126] Krisis mulai mereda pada masa pemerintahan Kaisar Claudius Gothicus (268–270), yang berhasil mematahkan invasi orang Goth, dan Kaisar Aurelianus (271–275), yang berhasil menaklukkan kembali Kekaisaran Galia maupun Kekaisaran Tadmur.[128][129] Krisis akhirnya dapat diatasi pada masa pemerintahan Kaisar Diocletianus.

Kerajaan (753-509 SM)

Pada tahun 753-509 SM merupakan masa-masa Romawi awal berdiri. Pada masa ini Roma masih dipimpin oleh seorang raja. Raja didampingi oleh senat yang merupakan wakil dari para suku di sekitar lokasi kerajaan.

Namun, karena catatan sejarah yang masih terbatas, rupanya menyebabkan masih banyak aspek Monarki Romawi yang menjadi subjek perdebatan akademis. Bahkan sampai saat ini masih banyak peneliti yang melakukan studi lanjut tentang sistem pemerintahan monarki Romawi kuno.

Setelah melampaui sistem pemerintahan monarki pada awal Romawi kuno, berikutnya sistem pemerintahan yang diterapkan adalah Republik. Hal ini dimulai dari penggulingan Kerajaan Roma (509 SM) yang juga diikuti dengan berbagai macam perang saudara.

Pada masa Republik Romawi juga terjadi perang yang amat terkenal yaitu Perang Punic antara Kekaisaran Kartago melawan Republik Romawi. Tokoh Romawi kuno yang tersohor kala itu adalah Lucius Tarquinius Superbus.

Kekaisaran (27 SM – 1453 M)

Setelah sistem pemerintahan republik, Romawi kuno berlanjut ke masa kekaisaran. Ini merupakan masa yang paling panjang. Sistem kekaisaran tentunya berbeda dengan sistem kerajaan. Pada masa kekaisaran ini, pemimpin disebut sebagai Principate atau First Man of Republic.

Permulaan sistem pemerintahan kekaisaran Romawi dimulai pada 27 SM saat Octavianus mendirikan kekaisaran usai menang dalam Perang Saudara Romawi. Sistem pemerintahan ini dipimpin oleh seorang kaisar dengan kekuasaan absolut atas kekaisaran.

Peninggalan Peradaban Romawi Kuno

Hasil peradaban Romawi kuno tentu amat beragam macamnya. Tentunya hampir sama dengan peradaban lain di dunia seperti Yunani kuno dan Cina kuno. Selain itu, budaya Romawi kuno banyak meninggalkan modifikasi hukum dan asas asas hukum.

Sistem hukum romawi memberikan dasar bagi banyak sistem hukum modern yang berlaku di seluruh Eropa dan dunia. Prinsip hukum Romawi menjunjung tinggi kesetaraan hukum dan prinsip keadilan.

Arsitektur Romawi sungguh mengesankan. Inovasi beragam teknik bangunan Romawi seperti kubah, pilar dan jembatan sudah berhasil memberikan pengaruh bagi seluruh dunia seperti halnya Colosseum.

Ilmu pengetahuan dan teknologi peradaban Romawi kuno sudah tidak perlu diragukan lagi. Termasuk dengan keberadaan jalan raya Romawi. Jalan raya ini berfungsi sebagai jantung ekonomi.

Bahasa latin dipakai oleh bangsa Romawi yang mampu memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan bahasa-bahasa di Eropa.

Selanjutnya, sistem penyediaan air Romawi termasuk di dalamnya sistem saluran air dan aqueducts menjadi pencapaian teknik yang aman mengesankan bagi manajemen sumber daya air setempat.

Seni rupa, musik, dan sastra

Langgam lukis Romawi menunjukkan pengaruh-pengaruh Yunani. Karya-karya seni lukis Romawi yang sintas sampai sekarang lebih banyak berupa fresko-fresko penghias dinding dan lelangit vila-vila di daerah pedesaan, kendati kesusastraan Romawi menyebut-nyebut pula tentang lukisan-lukisan pada kayu, gading, dan benda-benda lain.[225][226] Berdasarkan sejumlah peninggalan karya seni lukis Romawi yang ditemukan di Pompeii, para sejarawan seni rupa membagi sejarah seni lukis Romawi menjadi empat kurun waktu dengan langgamnya masing-masing. Langgam I digunakan sejak permulaan abad ke-2 SM sampai permulaan atau pertengahan abad pertama SM. Lukisan-lukisan langgam I kebanyakan berupa tiruan permukaan pualam dan dinding batu, kendati adakalanya ditambahi gambar sosok-sosok mitologi.

Langgam II mulai digunakan sejak permulaan abad pertama pra-Masehi, dan merupakan usaha untuk menampilkan gambar bangunan serta pemandangan yang terkesan hidup dan bermatra tiga. Langgam III muncul pada masa pemerintahan Augustus (27 SM – 14 M). Langgam ini menolak realisme khas langgam kedua, dan lebih mengutamakan hiasan sederhana. Gambar-gambar bangunan, pemandangan, maupun nirmana mujarad dibuat dalam ukuran kecil dan ditempatkan di tengah-tengah latar belakang ekawarna. Langgam IV bermula pada abad pertama tarikh Masehi. Langgam ini banyak menampilkan gambar-gambar peristiwa dalam mitologi, tetapi masih mempertahankan detail arsitektur dan corak-corak mujarad.

Seni pahat potret kala itu menampilkan rupa dan perawakan manusia berusia muda dan sikap-sikap tubuh klasik, dan kelak berkembang menjadi campuran antara realisme dan idealisme. Pada zaman wangsa Antonina dan zaman wangsa Severana, patung-patung potret dengan helai rambut dan janggut yang dipahat dan digurdi sedemikian rupa sehingga tampak jelas mulai disukai orang. Seni pahat relief juga mengalami kemajuan, dan lazimnya menampilkan gambar-gambar kemenangan bangsa Romawi.

Kesusastraan Latin sejak semula sudah sangat dipengaruhi oleh karya-karya pujangga Yunani. Sejumlah karya tulis perdana yang masih lestari sampai sekarang adalah syair-syair wiracarita yang berkisah tentang permulaan sejarah militer Roma. Seiring pertambahan luas wilayah Republik Romawi, para pujangga mulai menghasilkan syair-syair, risalah-risalah sejarah, sandiwara-sandiwara jenaka, dan sandiwara-sandiwara sedih.

Seni musik Romawi banyak sekali mencontoh seni musik Yunani, dan memainkan peranan penting dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Romawi.[227] Di lingkungan militer, alat-alat musik semisal tuba (terompet panjang) atau cornu (mirip korno Prancis) digunakan untuk membunyikan aba-aba, sementara bucina (mungkin semacam terompet atau korno) dan lituus (mungkin semacam terompet panjang berbentuk huruf J), digunakan dalam upacara-upacara kemiliteran.[228] Musik ditampilkan sebagai selingan pertunjukan laga di amphitheatrum (gelanggang terbuka) dan dipentaskan di odeum (sasana gita). Pertunjukan-pertunjukan musik di kedua tempat ini menggunakan cornu dan hydraulus (semacam organ air).[229]

Sebagian besar upacara keagamaan melibatkan musik, yakni permainan tibiae (seruling kembar) dalam upacara-upacara kurban, permainan ceracap dan rebana dalam upacara-upacara orgia (pemujaan beramai-ramai dalam keadaan setengah siuman), serta permainan kerincingan dan pelantunan gita puja dalam berbagai macam upacara.[230] Sejumlah sejarawan musik yakin bahwa musik digunakan dalam hampir semua upacara umum bangsa Romawi,[227] tetapi masih ragu-ragu perihal apakah para musisi Romawi punya andil penting dalam perkembangan teori atau praktik bermusik.[227]

Grafiti, rumah-rumah bordil, lukisan-lukisan, serta patung-patung yang ditemukan di Pompeii dan Herculaneum menyiratkan bahwa budaya bangsa Romawi sarat dengan urusan syahwat.[231]

Boga Romawi Kuno berubah seiring perjalanan sejarahnya yang begitu panjang. Budaya makan bangsa Romawi dipengaruhi oleh imbas kebudayaan Yunani, pergeseran politik dari kerajaan ke republik dan dari republik ke kekaisaran, serta ekspansi besar-besaran Kekaisaran Romawi yang membuka mata bangsa Romawi terhadap aneka budaya makan baru dan cara memasak baru dari daerah-daerah jajahan. Mula-mula jenis hidangan yang disantap masyarakat Romawi tidak banyak berbeda dari satu kalangan ke kalangan lain, tetapi keadaan ini berubah seiring pertumbuhan kekaisaran. Laki-laki maupun perempuan minum anggur saat bersantap. Kebiasaan ini masih lestari hingga sekarang.[232]

Gaius Iulius Caesar dan Triumviratus I

Pada pertengahan abad pertama SM, perpolitikan Romawi Kuno dilanda kemelut. Gelangang politik di Roma menjadi ajang pertarungan dua kubu, yakni kubu Populares yang hendak mencari dukungan rakyat, dan kubu Optimates yang hendak mempertahankan hak istimewa kaum ningrat sebagai penyelenggara negara. Lucius Cornelius Sulla menyingkirkan semua tokoh pimpinan kubu Populares, dan usaha perombakan undang-undang dasar yang dilakukannya menghilangkan semua kewenangan (misalnya kewenangan Tribunus Plebis, tribunus dari kaum Plebs) yang mendukung kubu Populares. Sementara itu, tekanan sosial dan ekonomi terus meningkat. Roma telah berubah menjadi sebuah metropolis yang dihuni kalangan ningrat kaya raya, para pemburu kekuasaan yang terlilit utang, dan sehimpunan besar kaum buruh yang sering kali terdiri atas petani-petani miskin. Kelompok-kelompok masyarakat kalangan buruh mendukung rencana makar Senator Lucius Sergius Catilina. Rencana makar gagal terlaksana lantaran Consul Marcus Tullius Cicero buru-buru menangkap dan menghukum mati para pemimpin gerakan makar.

Di tengah segala ingar-bingar ini muncul Gaius Iulius Caesar, tokoh dari kalangan ningrat yang tidak bergelimang harta. Bibinya yang bernama Iulia adalah istri Gaius Marius,[49] sementara ia sendiri menunjukkan keberpihakan pada kubu Populares. Demi mendapatkan kekuasaan, Gaius Iulius Caesar mendamaikan dua tokoh terkuat di Roma yang saling berseteru, yakni Marcus Licinius Crassus, yang sudah banyak berjasa memberi bantuan dana kepadanya saat baru merintis karier, dan Gnaeus Pompeius, yang ia ambil jadi menantu. Bersama kedua orang kuat Roma ini, ia membentuk sebuah persekutuan tidak resmi yang disebut Triumviratus (ketriwiraan). Rancangan ini memuaskan semua pihak. Marcus Licinius Crassus, hartawan terkaya di Roma, menjadi semakin kaya dan akhirnya berhasil menduduki jabatan senapati tinggi, Gnaeus Pompeius kian leluasa mempengaruhi senatus, sementara Gaius Iulius Caesar sendiri mendapatkan jabatan consul dan jabatan senapati di Galia.[50] Selama masih seiya sekata, ketiga tokoh ini adalah penguasa-penguasa de facto Republik Romawi.

Pada tahun 54 SM, putri Gaius Iulius Caesar, istri Gnaeus Pompeius, wafat saat bersalin, sehingga terputuslah satu mata rantai pengikat persekutuan triwira. Pada tahun 53 SM, Marcus Licinius Crassus menginvasi Partia dan gugur dalam Pertempuran Haran. Triumviratus pun tercerai berai dengan wafatnya Marcus Licinius Crassus, yang sebelumnya menjadi penengah antara Gaius Iulius Caesar dan Gnaeus Pompeius Magnus. Tanpa kehadirannya, kedua senapati ini pun mulai saling sikut berebut kekuasaan. Gaius Iulius Caesar menaklukkan Galia, menghimpun harta berlimpah, dihormati di Roma, dan dijunjung tinggi oleh legiun-legiun yang sudah kenyang asam garam pertempuran. Ia pun kian dipandang sebagai lawan berat oleh Gnaeus Pompeius, dan dibenci banyak tokoh kubu Optimates. Karena yakin bahwa Gaius Iulius Caesar dapat dijegal dengan cara-cara yang sah, para kaki tangan Gnaeus Pompeius bersiasat memisahkan Gaius Iulius Caesar dari legiun-legiunnya sebagai langkah awal dari usaha menyeretnya ke hadapan mahkamah, memiskinkannya, dan menjatuhkan hukuman buang padanya.

Untuk melawan nasib buruk yang sudah menunggunya, Gaius Iulius Caesar memimpin pasukannya menyeberangi Sungai Rubico dan menginvasi Roma pada tahun 49 SM. Gnaeus Pompeius dan para kaki tangannya kabur meninggalkan Jazirah Italia, diburu Gaius Iulius Caesar. Pertempuran Farsalos adalah kemenangan yang gilang gemilang bagi Gaius Iulius Caesar. Dalam pertempuran ini dan dalam aksi-aksi militer lainnya, ia menyingkirkan seluruh tokoh pimpinan kubu Optimates, yakni Metellus Scipio, Cato Muda, dan putra Gnaeus Pompeius yang juga bernama Gnaeus Pompeius. Gnaeus Pompeius senior tewas terbunuh di Mesir pada tahun 48 SM. Dengan demikian, tinggal Gaius Iulius Caesar seorang diri menjadi orang kuat Roma sekaligus sasaran kebencian banyak tokoh ningrat. Ia diserahi banyak jabatan dan dianugerahi banyak penghargaan. Hanya dalam lima tahun, ia sudah menduduki jabatan consul sebanyak empat kali, jabatan diktator biasa sebanyak dua kali, dan jabatan diktator istimewa sebanyak dua kali, yang pertama untuk masa jabatan sepuluh tahun, sedangkan yang kedua untuk seumur hidup. Ia tewas dibunuh komplotan Liberator pada hari Idus Martiae (hari Purnama bulan Maret) tahun 44 SM.[51]

Constantinus dan agama Kristen

Constantinus naik takhta menjadi salah seorang dari empat serangkai pada tahun 306. Ia berulang kali memerangi ketiga rekannya. Pertama-tama Maxentius ia tundukkan pada tahun 312. Pada tahun 313, ia menerbitkan Maklumat Milan, yang menjamin kebebasan umat Kristen untuk mengamalkan ajaran agamanya.[135] Constantinus akhirnya memeluk agama Kristen, sehingga perbawa agama Kristen pun terdongkrak. Ia memulai usaha kristenisasi Kekaisaran Romawi dan Eropa, yang baru dituntaskan oleh Gereja Katolik pada Abad Pertengahan. Ia dikalahkan orang Franka dan orang Alemani pada kurun waktu 306–308. Pada tahun 324, ia menundukkan Licinius, salah seorang rekannya sesama kaisar, dan akhirnya menyatukan kembali kekuasan atas seantero wilayah Kekaisaran Romawi seperti pada masa sebelum Diocletianus berkuasa. Sebagai kenang-kenangan akan kejayaannya, dan demi kepentingan agama Kristen, Constantinus membangun kembali kota Bizantium dan mengganti namanya menjadi Nova Roma (Roma Baru), tetapi tak lama kemudian kota ini pun lazim dikenal dengan julukannya dalam bahasa Yunani, yakni Konstantinopolis (Kota Constantinus).[136][137]

Masa pemerintahan Iulianus, kaisar yang berusaha menghidupkan kembali agama asli Romawi dan Yunani akibat dipengaruhi penasihatnya, Mardonius, hanyalah jeda singkat dalam kurun waktu pemerintahan kaisar-kaisar Kristen. Konstantinopolis menjadi ibu kota baru Kekaisaran Romawi. Roma memang sudah kehilangan arti pentingnya semenjak timbul Krisis Abad Ketiga. Mediolanum menjadi ibu kota wilayah barat dari tahun 286 sampai tahun 330, sebelum Kaisar Honorius menetapkan Ravenna menjadi ibu kota yang baru pada abad ke-5.[138] Kebijakan Constantinus untuk melakukan tata ulang moneter dan pembaharuan tata usaha negara, yang mampu mempersatukan kembali seantero wilayah Kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan satu orang kaisar, serta usahanya membangun kembali kota Bizantium telah menimbulkan perubahan besar pada kurun waktu pertengahan Abad Kuno.

Zaman kekaisaran - pemerintahan para princeps

Pada tahun 27 SM, saat berumur 36 tahun, Octavianus adalah satu-satunya pemimpin bangsa Romawi. Pada tahun yang sama, ia menamakan dirinya Augustus (Yang Mulia). Peristiwa ini lazim dijadikan para sejarawan sebagai tonggak sejarah berdirinya Kekaisaran Romawi, kendati Roma sudah menjadi semacam "kekaisaran" semenjak tahun 146 SM, ketika Kartago dihancurleburkan oleh Scipio Aemilianus, dan Yunani ditaklukkan oleh Lucius Mummius. Secara resmi, pemerintahannya masih berbentuk republik, tetapi Augustus berkuasa mutlak.[59][60] Kebijakan Augustus untuk memperbaharui pemerintahan menghasilkan kurun waktu sejahtera sepanjang kira-kira dua abad yang disebut Pax Romana oleh orang-orang Romawi.

Wangsa Iulia-Claudia (bahasa Latin: Domus Iulio-Claudia) dibentuk oleh Augustus. Kaisar-kaisar dari wangsa ini adalah Augustus, Tiberius, Caligula, Claudius, dan Nero. Nama wangsa ini adalah gabungan dari gens Iulia, nama keluarga Augustus, dan gens Claudia, nama keluarga Tiberius. Di satu pihak, kaisar-kaisar wangsa inilah yang mula-mula meruntuhkan nilai-nilai luhur Republik Romawi, tetapi di lain pihak, merekalah jugalah yang mengangkat derajat Roma menjadi sebuah negara adidaya di pentas dunia.[61] Dalam budaya populer, Caligula dan Nero memang lazim dikenang sebagai kaisar-kaisar yang bobrok, tetapi Augustus dan Claudius dikenang sebagai kaisar-kaisar yang berjaya di bidang politik dan kemiliteran. Wangsa ini melembagakan tradisi kekaisaran di Roma,[62] dan menghalang-halangi segala macam usaha untuk memulihkan pemerintahan republik.[63]

Augustus memonopoli seluruh kewenangan pemerintah republik dengan gelar resminya, princeps (ketua). Ia memegang kewenangan consul (kepala pemerintahan), princeps senatus (ketua majelis sesepuh), aedilis (pejabat urusan rumah ibadat dan hari besar keagamaan), censor (pejabat urusan cacah jiwa dan pemantauan akhlak masyarakat), dan tribunus (pemuka suku), termasuk hak kekeramatan tribunus.[64] Monopoli kewenangan inilah yang menjadi asas kewenangan seorang kaisar. Augustus juga menggelari dirinya Imperator Gaius Iulius Caesar Divi Filius, yang berarti "Sang Pemberi Titah, Gaius Iulius Caesar, Putra Dewata". Dengan gelar ini, Augustus tidak saja memamerkan hubungan kekerabatannya dengan mendiang Gaius Iulius Caesar yang telah dimasyhurkan sebagai dewata, tetapi juga menonjolkan suatu keterkaitan permanen dengan tradisi kejayaan Romawi melalui pemakaian istilah imperator.

Augustus juga membatasi pengaruh golongan senatus di kancah politik dengan memberi ruang yang lebih besar bagi kaum eques. Para senator juga kehilangan hak untuk mengatur provinsi-provinsi tertentu, semisal Mesir, karena wali negerinya ditunjuk langsung oleh kaisar. Keputusannya membentuk laskar Praetoriani dan memperbaharui tatanan kemiliteran menghasilkan sebuah angkatan bersenjata berkekuatan tetap 28 legiun, sehingga segenap angkatan bersenjata Romawi dapat ia kendalikan seorang diri.[65] Jika dibandingkan dengan zaman rezim Triumviratus II, masa pemerintahan Augustus selaku princeps sangat tenteram. Keadaan aman dan makmur, yang dijamin penguasaan Roma atas Mesir, sebuah provinsi agraris,[66] mendorong rakyat dan kaum ningrat Roma untuk mendukung Augustus memperbesar kewenangannya dalam urusan politik.[67] Dalam kegiatan militer, Augustus tidak ikut serta dalam pertempuran-pertempuran. Para senapatilah yang bertanggung jawab memimpin bala tentara di medan tempur, sehingga muncul tokoh-tokoh perwira yang disegani masyarakat maupun legiun-legiun, misalnya Marcus Vipsanius Agrippa, Nero Claudius Drusus, dan Germanicus Iulius Caesar. Augustus berniat menjadikan seluruh dunia, yang sudah dikenal orang kala itu, sebagai bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi, dan pada masa pemerintahannya, Roma menaklukkan Cantabria, Aquitania, Raetia, Dalmatia, Illyria, dan Pannonia.[68]

Pada masa pemerintahan Augustus, kesusastraan Romawi terus berkembang, sehingga zaman ini disebut pula Abad Keemasan kesusastraan Latin. Para penyair seperti Vergilius, Horatius, Ovidius, dan Rufus menghasilkan karya-karya sastra yang bernas, dan bersahabat karib dengan Augustus. Bersama Gaius Cilnius Maecenas , Augustus mendorong penggubahan syair-syair kepahlawanan, semisal syair wiracarita Aeneis gubahan Vergilius, dan penyusunan karya-karya tulis sejarah, semisal Ab Urbe Condita Libri karya Livius. Karya-karya tulis dari Abad Keemasan kesusastraan ini bertahan sepanjang zaman Kekaisaran Romawi, dan dihargai sebagai karya-karya klasik. Augustus juga meneruskan usaha peralihan ke penanggalan baru yang dirintis oleh mendiang Gaius Iulius Caesar, dan salah satu bulan dalam penanggalan baru ini ia beri nama Augustus (bulan Agustus).[69] Augustus menghantarkan Roma memasuki kurun waktu damai dan sejahtera, yang dikenal dengan sebutan Pax Augusta atau Pax Romana. Augustus wafat pada tahun 14 M, tetapi kejayaan kekaisaran tetap bertahan sepeninggalnya.

Wangsa Iulia-Claudia tetap menguasai tampuk pemerintahan Roma sepeninggal Augustus, dan terus berkuasa sampai dengan wafatnya Nero pada tahun 68 M.[70] Semua anak emas Augustus yang ia gadang-gadangkan menjadi penggantinya sudah lebih dahulu wafat pada masa tua Augustus, yakni kemenakannya, Marcellus, yang wafat pada tahun 23 SM, perwira sahabatnya, Agrippa, yang wafat pada tahun 12 SM, dan cucunya, Gaius Caesar, yang wafat pada tahun 4 M. Atas bujukan istrinya, Livia Drusilla, Augustus menetapkan anak tirinya, Tiberius, anak Livia Dusilla dari suami terdahulu, menjadi ahli warisnya.[71]

Senatus menyetujui keputusan Augustus, dan melimpahi Tiberius dengan gelar-gelar dan kehormatan-kehormatan yang pernah mereka berikan kepada Augustus, yakni gelar princeps dan pater patriae (Bapa Tanah Air), serta corona civica (mahkota warga berjasa). Kendati demikian, Tiberius bukanlah seorang pemerhati urusan politik. Sesudah bermufakat dengan senatus, ia berlibur panjang ke pulau Capri pada tahun 26 M,[72] dan membebankan urusan pemerintahan kota Roma ke pundak para Praefectus Praetorio (hulubalang Praetoriani), yakni Seianus (sampai tahun 31 M) dan Macro (dari tahun 31 sampai tahun 37 M). Tiberius dipandang sebagai seorang durjana pemurung, dan dicurigai sebagai dalang pembunuhan kerabatnya yang dicintai rakyat, Senapati Germanicus pada tahun 19 M,[73] serta anak kandungnya sendiri, Drusus Iulius Caesar pada tahun 23 M.[73]

Tiberius wafat (atau tewas dibunuh)[73] pada tahun 37 M. Ahli waris laki-laki wangsa Iulia-Claudia kala itu adalah Claudius (kemenakan Tiberius), Tiberius Gemellus (cucu Tiberius), dan Caligula (anak dari kemenakan Tiberius). Karena Tiberius Gemellus masih kanak-kanak, Caligula pun terpilih menjadi kepala negara yang baru. Ia adalah penguasa yang dicintai rakyat selama paruh pertama masa pemerintahannya, tetapi berubah menjadi tiran yang kasar dan sinting saat menguasai pemerintahan.[74][75] Menurut sejarawan Suetonius, Caligula melakukan hubungan sedarah dengan saudari-saudari kandungnya, membunuh sejumlah orang hanya untuk bersenang-senang, dan mengangkat seekor kuda menjadi consul.[76] Laskar Praetoriani membunuh Caligula empat tahun sesudah Tiberius wafat,[77] dan dengan dukungan para senator, mereka mengelu-elukan paman Caligula, Claudius, sebagai kaisar yang baru.[78] Claudius bukanlah penguasa yang sewenang-wenang seperti Tiberius dan Caligula. Ia menaklukkan Likia dan Trake. Tindakannya yang paling penting adalah merintis usaha penaklukan Britania.[79] Claudius tewas diracun istrinya, Agrippina Muda pada tahun 54 M.[80] Ahli waris Claudius adalah anak tirinya, Nero, putra Agrippina Muda dari suami terdahulu, karena anak kandung Claudius, Britannicus, belum cukup umur saat ditinggal mati ayahnya.

Nero memerintahkan Senapati Suetonius Paulinus untuk menginvasi daerah yang kini menjadi wilayah Wales. Invasi bangsa Romawi disambut bangsa pribumi dengan perlawanan gigih. Orang Kelt yang mendiami daerah itu adalah suku bangsa yang mandiri, tangguh, berani mengusir pemungut cukai Romawi, dan nekat memerangi Suetonius Paulinus saat menerobos dari timur ke barat. Ia harus berjuang dalam waktu yang lama sebelum berhasil mencapai daerah pesisir barat laut, dan pada tahun 60 M, ia akhirnya berlayar menyeberangi Selat Menai menuju pulau keramat Mona (sekarang Anglesey), benteng terakhir kaum druid.[81][82] Bala tentara Romawi menyerbu Pulau Mona, membantai kaum druid, penduduk lelaki, perempuan, maupun kanak-kanak,[83] menghancurkan tempat-tempat suci dan hutan-hutan larangan, serta membuang banyak tugu batu keramat ke laut. Manakala Paulinus dan bala tentaranya membantai kaum Druid di Mona, suku-suku yang berdiam di daerah yang sekarang disebut Anglia Timur bangkit memberontak di bawah pimpinan Boadicca, ratu orang Ikeni.[84] Para pemberontak menjarah dan membumihanguskan Camulodunum (Colchester), Londinium (London), dan Verulamium (St Albans) sebelum akhirnya diberantas Paulinus.[85] Sama seperti Kleopatra, Ratu Boadicca memilih bunuh diri daripada dipermalukan bangsa Romawi dengan cara diarak dalam pawai kemenangan di Roma.[86] Tanggung jawab Nero atas pemberontakan ini masih dapat diperdebatkan, tetapi tetap saja berdampak (positif maupun negatif) pada kewibawaan rezimnya.

Nero sudah umum dikenal sebagai penganiaya utama umat Kristen, dan dikenang karena peristiwa kebakaran besar di kota Roma, yang menurut desas-desus direkayasa sendiri oleh Nero.[87][88] Nero membunuh ibunya pada tahun 59 M, dan membunuh istrinya, Claudia Octavia, pada tahun 62 M. Kaisar yang tidak pernah tetap pendiriannya ini membiarkan para penasihatnya menjalankan pemerintahan, sementara ia sibuk menuruti hawa nafsu, berfoya-foya, dan bertingkah gila-gilaan. Nero kawin sampai tiga kali, dan bermain serong dengan banyak laki-laki maupun perempuan, bahkan konon dengan ibu kandungnya. Aksi makar pada tahun 65 M di bawah pimpinan Calpurnius Piso tidak berhasil menjatuhkan Nero, tetapi pada tahun M, angkatan bersenjata Romawi di bawah pimpinan Julius Vindex di Galia dan Servius Sulpicius Galba di Hispania melakukan pemberontakan. Nero, yang ditinggalkan laskar Praetoriani dan dipidana mati oleh senatus, akhirnya bunuh diri.[89]

Wangsa Flavia adalah wangsa kedua yang menguasai tampuk pemerintahan Roma.[90] Pada tahun 68 M, tahun kemangkatan Nero, belum ada peluang untuk menegakkan kembali pemerintahan Republik Romawi, sehingga seorang kaisar baru harus dipilih untuk mengepalai pemerintahan. Sesudah hingar-bingar Tahun Empat Kaisar berlalu, Titus Flavius Vespasianus mengambil alih tampuk pemerintahan dan membentuk wangsa penguasa yang baru. Pada zaman wangsa Flavia, Roma meneruskan usaha perluasan wilayahnya, dan keamanan negara dapat terus dipertahankan.[91][92]

Aksi militer terpenting pada zaman wangsa Flavia, adalah aksi pengepungan dan penghancuran kota Yerusalem pada tahun 70 oleh Titus Flavius Vespasianus. Penghancuran kota Yerusalem merupakan puncak dari aksi militer Romawi di Yudea menyusul pemberontakan bangsa Yahudi pada tahun 66. Sesudah bangunan Bait Allah kedua dihancurleburkan, bala tentara Titus mengelu-elukannya sebagai imperator untuk menghargai keberhasilan memimpin aksi militer di Yudea. Yerusalem dijarah rayah, dan sebagian besar warganya terbunuh atau mengungsi. Menurut sejarawan Titus Flavius Iosephus, ada 1.100.000 korban tewas akibat aksi pengepungan, sebagian besar di antaranya adalah orang Yahudi.[93] 97.000 orang ditanggap dan dijadikan budak belian, termasuk Simon bar Giora dan Yohanes asal Giskala. Banyak orang mengungsi ke daerah-daerah sekitar Laut Tengah. Titus kabarnya menolak anugerah mahkota kemenangan, dengan alasan "tidak ada hebat-hebatnya menghancurkan bangsa yang sudah ditinggal Tuhannya sendiri".

Vespasianus berpangkat senapati pada masa pemerintahan Claudius dan Nero. Bersama putranya, Titus, ia memimpin bala tentara Romawi dalam Perang Yahudi-Romawi I. Pada Tahun Empat Kaisar yang penuh huru-hara, yakni tahun 69 M, empat orang kaisar silih berganti menduduki singgasana, yakni Galba, Otho, Vitellius, dan akhirnya Vespasianus, yang menghancurkan bala tentara Vitellius dan menjadi kaisar.[94] Ia membangun ulang berbagai bangunan yang tidak kunjung rampung dikerjakan, misalnya sebuah patung dewa Apollo dan kuil Divus Claudius (Dewata Claudius), yang dibangun atas prakarsa Nero. Bangunan-bangunan yang rusak dimakan api dalam peristiwa kebakaran besar di kota Roma dibangun kembali, dan Bukit Capitolium direvitalisasi. Vespasianus juga memprakarsai pembangunan Gelanggang Pertunjukan Flavianus (bahasa Latin: Amphitheatrum Flavium), yang lebih lazim dikenal dengan sebutan "Koloseum" (gedung arca raksasa).[95] Sejarawan Flavius Iosephus dan Plinius Tua berkarya pada masa pemerintahan Vespasianus. Vespasianus adalah penyandang dana Flavius Iosephus, dan Plinius Tua mendedikasikan karya tulisnya yang berjudul Naturalis Historia kepada Titus, putra Vespasianus. Vespasianus mengerahkan berlegiun-legiun prajurit Romawi untuk mempertahankan tapal batas wilayah timur di Kapadokia, memperpanjang masa pendudukan Romawi di Britania (sekarang Inggris, Wales, dan kawasan selatan Skotlandia) dan memperbaharuai sistem perpajakan. Ia mangkat pada tahun 79 M.

Masa pemerintahan Titus tidak berlangsung lama. Ia menjadi kaisar dari tahun 79 M sampai tahun 81 M. Ia menuntaskan pembangunan Amphitheatrum Flavium, yang didanai dengan hasil jarahan dari Perang Yahudi-Romawi I, dan menggelar berbagai pertunjukan ketangkasan selama seratus hari untuk merayakan kemenangan Romawi atas bangsa Yahudi. Pertunjukan-pertunjukan ini meliputi laga gladiator, lomba balap kereta, dan perang-perangan laut yang sensasional di dalam kolam buatan di Koloseum.[96][97] Titus wafat setelah menderita demam pada tahun 81 M, dan digantikan oleh adiknya, Domitianus. Domitianus memerintah secara totaliter,[98] menganggap dirinya Augustus yang baru, bahkan berusaha agar dirinya disembah-sembah laksana dewa. Domitianus memerintah selama 15 tahun, dan masa pemerintahannya ditandai oleh usaha-usahanya menyamakan diri dengan dewa-dewa. Ia mendirikan paling sedikit dua buah kuil tempat orang menyembah Iuppiter, dewa tertinggi menurut kepercayaan bangsa Romawi. Ia juga senang disebut "Dominus et Deus" (tuan dan dewa).[99]

Rujukan dan keterangan

Bangsa Romawi adalah penduduk kota Roma. Kota Roma dimulai dari perkampungan kecil di bukit-bukit Palatine dan Aventine. Diceritakan bahwa Romulus adalah raja pertama Roma, dan pendirian Roma secara tradisional terjadi pada 753 SM. Menurut legenda, Romulus merupakan keturunan pahlawan Troya, Aineias, yang bermigrasi ke Latium (Italia) setelah kejatuhan Troya.

Kerajaan Romawi dipimpin oleh tujuh raja. Raja ketujuhnya dikudeta dan rakyat Romawi menggantikannya dengan sistem pemerintahan republik pada 510 SM, sehingga Kerajaan Romawi berubah menjadi Republik Romawi. Pada masa kerajaan, tiga raja terakhir Romawi berasal dari bangsa Etruria (Toscana modern). Pada waku itu, bangsa Etruria adalah orang-orang yang paling kuat dan berpengaruh. Bangsa Etruria juga mengajari bangsa Romawi mengembangkan tulisan, ilmu pasti, arsitektur, seni, dan agama.

Romawi memenangkan serangkaian perang melawan musuh maupun sekutunya sendiri di daerah Latium. Pada abad ketiga SM, Romawi sukses menaklukan sebagian besar semenanjung Italia. Taras (kelak Tartentum) meminta Pirrhos dari Epiros untuk membebaskan kota-kota Yunani di Italia yang dikuasai oleh Romawi. Pirrhos memenangkan beberapa pertempuran (281-275 SM), namun kehilangan banyak sekali pasukan. Karenanya, Pirrhos pernah berkata, "jika sekali lagi kita menang, kita tetap akan dihancurkan oleh Romawi". Hingga kini, ungkapan "Kejayaan Pirrhos" diucapkan untuk menyatakan suatu kemenangan dengan pengorbanan yang besar.

Pada akhirnya, Romawi mengalahkan Yunani pada Pertempuran Beneventum (275 SM), dan Pirrhos harus angkat kaki dari Italia.

Pada saat kampanye militer Pirrhos di Italia dan Sisilia, Kartaghe merupakan sekutu Romawi, karena Pirrhos juga menyerang kota Kartaghe di Sisilia. Tetapi, di kemudian hari Romawi tertarik untuk menguasai Spanyol dan kepulauan Sardinia dan Korsika, yang saat itu dikendalikan oleh Kartaghe. Maka Kartaghe pun berkonfrontasi melawan Romawi dan terjadilan Perang Punik Pertama (264-241 SM). Pada akhirnya Kartaghe terpaksa harus menyetujui perjanjian dari Romawi.

Yang paling terkenal adalah Perang Punik Kedua (218-201 SM) ketika Kartaghe dipimpin oleh jenderal Hannibal Barca. Dengan membawa pasukan besar dari Kartaghe, Hannibal menginvasi Italia dan mengalahkan banyak legion Romawi. Hannibal menggunakan strategi serangan kejutan dan memenangkan pertempuran di Sungai Trebia (218 SM) dan di Danau Trasimene (217 SM). Pada Pertempuran Cannae, Hannibal kembali menunjukkan kehebatannya. Sementara Hannibal memimpin pasukan utamanya untuk menahan pasukan Romawi, sisa pasukannya mengelilingi pasukan Romawi dan memotong jalan keluar mereka. Pasukan Romawi lalu dihantam baik dari belakang maupun dari kedua sayap. Semua konsul dan dua mantan konsul Romawi terbunuh dalam pertempuran itu.

Romawi mengalami kerugian yang hebat namun mereka tidak menyerah pada Hannibal. Romawi lalu menunjuk salah satu jenderalnya, Quintus Fabius Maximus Kunktator, sebagai diktator. Strategi Fabius cukup sederhana: ikuti dan ganggu pasukan Hannibal, namun jangan lakukan pertempuran terbuka. Ini adalah jenis perang gerilya. Pada saat yang sama, Romawi mengirim pasukan yang dipimpin oleh Scipio bersaudara untuk menyerang basis Kartaghe di Spanyol, namun mereka terbunuh pada 211 SM. Scipio lain (anak dari salah satu Scipio yang terbunuh, kelak dikenal sebagai Scipio Afrikanus) memimpin serangan susulan dan berhasil menguasai Karthage Nova (Karthage baru) di Spanyol. Dia juga berhasil mengalahkan dan mengusir Hasdrubal Barca (adik Hannibal) dari Spanyol. Hasdrubal berusaha bergabung dengan kakaknya di Italia, namun usahanya digagalkan. Hasdrubal dikalahkan pada Pertempuran Metaurus (207 SM). Dengan perginya Kartaghe dari Spanyol, Scipio mengalihkan perhatiannya ke pusat pemerintahan Kartagahe, yaitu di Afrika. Hannibal tak punya pilihan selain meninggalkan Italia dan kembali ke Kartaghe.

Sebuah pertempuran besar terjadi di Zama pada 202 SM. Hannibal dan Scipio belum pernah bertempur sebelumnya, namun Scipio telah mempelajari taktik dan strategi Hannibal. Kali ini, pasukan kavaleri Romawi jumlahnya lebih banyak, dan Scipio menggunakan metode pengepungan milik Hannibal. Scipio mengirimkan pasukan kavalerinya untuk menyerang pasukan Hannibal dari belakang. Pada akhirnya, Kartaghe lagi-lagi harus menyetujui perjanjian damai hasil bikinan Romawi.

Tetapi, perdamaian dengan Kartaghe tidak menghentikan Romawi untuk mencari daerah jajahan baru di luar Italia. Pada saat kampanye militer Kartaghe di Italia, Filipos V (Philip V) dari Makedonia ikut membantu Kartaghe. Akibatnya Romawi pun menyerang Makedonia. Filipos V dikalahkan pada pertempuran di Kinosefalai (197 SM). Sekutu Filipos, Antioklos dari Suriah dan Asia Minor, juga ikut diserang dan dikalahkan. Di kemudian hari, Romawi kembali berperang melawan Makedonia, kali ini Makedonia dipimpin oleh putra Filipos V, yaitu Perseus. Makedonia dikalahkan pada pertempuran di Pidna (168 SM) dan Makedonia pun menjadi daerah jajahan Romawi.

Sementara itu Kartaghe di Afrika dan Korintus di Yunani bangkit melawan Romawi. Namun Romawi mampu mengalahkan mereka. Pada 146 SM, Romawi membakar habis kota Kartaghe dan Korintus. Romawi juga menjual semua penduduk Korinthos sebagai budak dan mengambil semua benda seni mereka. Dengan demikian, Afrika dan Yunani pun menjadi daerah kekuasaan Romawi.

Pada abad pertama SM, terjadi pemberontakan sipil di kota Roma. Para jenderal Romawi (yang sekalgus merupakan gubernur) saling memperebutkan kekuasaan. Pada 49 SM, terjadi lagi perang sipil antara Julius Caesar dan Pompey Magus. Caesar berhasil mengalahkan Pompey dan kembali ke Roma untuk membuat beberapa perubahan pada sistem politik Romawi. Namun dia dibunuh pada 44 SM. Persekutuan sementara didirikan oleh Oktavianus (keponakan Caesar), dan Markus Antonius (Mark Antony), salah satu anak buah Caesar. Mereka berbagi kekuasaan, Oktavianus memerintah wilayah barat, sedangkan Antonius mengurusi wilayah timur, seperti Yunani dan Suriah. Suatu hari, Antonius jatuh cinta pada Cleopatra, ratu Mesir dan mantan kekasih Caesar. Antonius lalu menceraikan saudari Oktavanianus dan menikahi Cleopatra, akibatnya terjadi perang antara keduanya. Oktavianus berhasil mengalahkan Antonius pada pertempuran laut di Aktium pada 31 SM. Antonius dan Cleopatra lalu bunuh diri.

Sebagai satu-satunya pemegang kekuasaan, Oktavianus pun menjadi kaisar pertama Romawi pada 30 SM. Pada 27 SM, Oktavianus kembali ke Roma dan mulai melakukan reformasi pemerintahan. Namanya diganti menjadi Augustus Caesar. Romawi akhirnya kembali pulih setelah perang sipil yang panjang. Karya-karya Virgilus dan Ovidius bermunculan pada periode ini.

Selama perang sipil, Romawi memberikan kewarganegaraan Romawi pada para sekutunya, setelah Perang Sosial (91-89 SM). Pada masa Julius Caesar, kewarganegaraan boleh diberikan pada orang non-Italia, misalnya orang Galia, dan pada orang yang ingin tinggal di Kekaisaran Romawi. Salah satu warga Romawi yang terkenal adalah Saulus yang Yahudi, yang kelak dikenal sebagai Rasul Paulus.

Banyak di antara kaisar Romawi yang tak dilahirkan di kota Roma. Mungkin satu-satunya syarat untuk menjadi kaisar Romawi adalah harus warga Romawi. Kadanag, Senat memilih orang sebagai kaisar, namun di lain waktu, kandidat kaisar dicalonkan oleh pasukan Romawi di berbagai provinsi.

Augustus meninggalkan dinasti di Romawi setelah dia meninggal pada 41 M. Dia diteruskan oleh pemerintahan Tiberius (14-37 M), Caligula (37-41 M), Klaudius (41-54 M) dan Nero (54-68 M). Dinasti itu berakhir setelah kaisar Nero wafat pada 68 M. Dia bunuh diri setelah rakyatnya memberontak padanya. Setelah Nero, Romawi dipimpin oleh tiga kaisar dan masa pemerintahan mereka berlangsung pendek.

Pada 69 M, gubernur Romawi, Vespasianus (69-79 M), menjadi kaisar dan mendirikan dinasti yang baru. Di digantikan oleh putranya Titus (79-81 M) dan Domitianus (81-96 M).

Kekaisaran Romawi mencapai level dan stabilitas yang baru ketika dipimpin oleh kaisar Trajanus (98-117 M), Hadrianus (117-138 M) dan Antoninus Pius (138-161 M). Markus Aurelius (161-180 M) harus menjalani serangkaian pertempuran melawan kaum barbar di perbatasan Romawi. Dia digantikan oleh Kommodius, yang dibunuh pada 192 M. Pada abad ketiga M, terjadi gejolak dan pemberontakan di Romawi yang menyebabkan keterpurukan ekonomi.

Kaisar Diocletianus (284-305 M) dan koleganya Maximianus berusaha membangun kembali kekaisaran. Pengganti Diocletianus adalah Konstantius, yang merupakan ayah Constantinus Agung (312-337 M). Adalah Constantinus yang memindahkan ibukota ke Bizantium, yang namanya diganti menjadi Konstantinopel. Constantinus juga menjadikan Nasrani sebagai agama negara, walaupun dia sendiri baru dibaptis menjelang saat-saat kematiannya.

Pada abad keempat Masehi, perbatasan Romawi mendapat tekanan hebat dari kaum barbar, terutama oleh kaum Jerman. Kekaisaran Romawi lalu dibagi menjadi dua (394), dan masing-masing dipimpin oleh putra-putra kaisar Theodosius: Honorius memerintah di Romawi Barat, dan Arkadius berkuasa di Romawi Timur. Ada dua kelompok kaum Goth yang paling merusak Romawi, yaitu Visigoth dan Ostrogoth. Kaum Visigoth, dipimpin oleh Alarik, menyerang kota Roma pada 410 M. Karena hal ini, Honorius memanggil pulang legionnya yang sedang bertugas di Britania dan menyuruh mereka untuk mengabaikan daerah tersebut. Romawi Barat lalu diserang oleh Attila orang Hun, yang pasukannya berasal dari Asia Tengah. Attila dikalahkan pada Pertempuran Chalons di Perancis pada 451 M. Attila meninggal pada 453 M, namun setahun sebelumnya Atilla sempat menghancurkan daerah Aquileia di Italia Utara.

Adalah kaum Ostrogoth yang berhasil menaklukan Kekaisaran Romawi Barat. Pemimpin Ostrogoth, Odoaker, mengangkat dirinya sebagai Raja Italia. Dia juga mengasingkan kaisar terakhir Romawi, Romulus Augustus, ke Campagnia pada 76. Kaum Ostrogoth lainnya, dipimpin oleh Theodorik Agung, menginvasi Italia pada 489 M dan mendirikan kerajaan di Italia utara pada 493 M. Masa pemerintahan Theodorik berakhir pada 526 M, namun legendanya tetap abadi. Theodorik menjadi pahlawan dalam mitologi Norwegia, dan dia dikenal sebagai Dietrich dari Verona (atau Theodorik dari Bern).

Hukum Romawi memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum di dunia Barat.

Agama Romawi Kuno bersifat politeis, dengan banyak dewa dan dewi.

Kejatuhan Kekaisaran Romawi

Beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat adalah invasi bangsa barbar, masalah ekonomi, dan korupsi.

Pembagian Kekaisaran:

Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua bagian, yaitu Romawi Barat dan Romawi Timur (Bizantium). Romawi Barat runtuh pada abad ke-5 M, sedangkan Romawi Timur bertahan hingga tahun 1453.

Hukum Romawi menjadi dasar bagi sistem hukum di banyak negara Eropa.

Bahasa Latin, bahasa resmi Kekaisaran Romawi, menjadi dasar bagi banyak bahasa Eropa.

Bangunan-bangunan Romawi seperti Colosseum dan Pantheon masih berdiri hingga saat ini.

Sistem pemerintahan Romawi memengaruhi perkembangan pemerintahan di banyak negara.

Topik-topik menarik lainnya yang bisa Anda pelajari:

Petarung profesional yang menghibur penonton di Colosseum.

Kisah-kisah tentang dewa-dewi Romawi.

Kehidupan sehari-hari:

Bagaimana orang Romawi kuno hidup dan bekerja.

Seni dan sastra Romawi:

Karya-karya seni dan sastra yang dihasilkan oleh peradaban Romawi.

Apakah ada topik spesifik tentang Romawi Kuno yang ingin Anda pelajari lebih lanjut?

Beberapa pertanyaan yang bisa Anda ajukan:

Siapa kaisar Romawi yang paling terkenal?

Apa perbedaan antara republik dan kekaisaran?

Bagaimana sistem perbudakan bekerja di Roma Kuno?

Apa saja peninggalan Romawi yang masih bisa kita lihat saat ini?

This item is eligible for free replacement, within 10 days of delivery, in an unlikely event of damaged, defective or different/wrong item delivered to you. .

Please keep the item in its original condition, original packaging, with user manual, warranty cards, and original accessories in manufacturer packaging for a successful return pick-up.

If you report an issue with your Furniture,we may schedule a technician visit to your location. On the basis of the technician's evaluation report, we will provide resolution.

Returnable if you’ve received the product in a condition that is damaged, defective or different from its description on the product detail page on Amazon.in.

In certain cases, if you report an issue with your Air Conditioner, Refrigerator, Washing Machine or Microwave, we may schedule a technician visit to your location. On the basis of the technician's evaluation report, we'll provide a resolution.

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Bangsa Romawi mempergunakan beberapa sistem berbeda untuk penulisan angka. Kadang mereka menulis angka seperti ini: I II III IV V dan di lain waktu mereka mempergunakan angka Yunani. Angka Romawi tidak selalu ditulis dengan cara yang sama. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan angka Romawi.

Jadi, MMIII adalah 2003, dan XXIV adalah 24, dan CLVII adalah 157. Menaruh angka yang lebih besar seperti V setelah angka yang lebih kecil seperti I berarti V dikurangi I atau 5 dikurangi 1 yang berarti 4.

Berikut ini adalah beberapa contoh lainnya:

Dengan sistem penulisan seperti ini, anak-anak Romawi mengalami kesulitan ketika melakukan perkalian, pembagian, atau penambahan angka dalam jumlah besar. Karena itu, anak-anak Romawi, bahkan anak-anak yang bersekolah, tidak melakukan perkalian dan pembagian angka besar di kertas, tetapi mereka menghafal tabel perkalian. Untuk angka-angka besar, mereka mempergunakan papan hitung atau abacus. Tetapi banyak perkalian dan pembagian angka besar biasanya dilakukan oleh orang Romawi yang ahli, bukan oleh orang biasa.

Sistem Pemerintahan Peradaban Romawi Kuno

Seperti halnya peradaban lain di dunia, pada masa peradaban kuno Romawi juga menerapkan sejumlah sistem pemerintahan. Latar belakang peradaban Romawi yang beragam juga serupa dengan sistem pemerintahan yang diterapkan.